BANDUNG- Garisjabar.com
Forum Komunikasi Serikat Pekerja Buruh Kota Bandung meminta dukungan DPRD Kota Bandung untuk menolak rencana revisi Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Mengingat revisi aturan tersebut dinilai akan merugikan para pekerja maupun buruh.
Koordinator Forum Komunikasi Serikat Pekerja Buruh Kota Bandung, Hermawan mengatakan bahwa isu rencana revisi undang-undang ketenagakerjaan telah membuat resah para tenaga kerja atau buruh di Kota Bandung.
“Kami meminta baik legislatif maupun eksekutif, untuk sama-sama menolak rencana revisi undang-undang ini. Bahkan agar DPRD mengeluarkan surat rekomendasi penolakan,” ujar saat audensi dengan di Gedung DPRD Kota Bandung, Jln. Sukabumi, Kota Bandung.Selasa (20/8/2019).
Menurutnya rencana revisi undang-undang tersebut, akan mempersempit hak-hak para pekerja, terutama mengenai pesangon yang akan dihapuskan. Sementara itu, jumlah pekerja maupun buruh di Kota Bandung lebih dari 160 ribu orang.
Namun, dikatakannya bahwa undang-undang tersebut, sudah mengalami revisi sebanyak 30 kali.
“Kalau direvisi bisa adanya pengurangan pesangon bagi tenaga kerja atau buruh, bahkan akan dihilangkan. Tentu ini sangat merugikan tenaga kerja,” ujar dia.
Ketua DPC Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) Kota Bandung, Agus Saefudin mengatakan bahwa terdapat lima poin isu rencana revisi Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Salah satunya mengenai struktur skala upah yang dinilai hanya memperhatikan golongan dan jabatan saja. Sementara komponen pendidikan, masa kerja dan kompetensi tertunda.
Selain itu, upah minimum tidak ditentukan oleh Kepala Daerah tetapi oleh Pemerintah Pusat. Akan tetapi, upah sektoral dikeluarkan pemerintah namun tidak ditentukan nominalnya.
“Upah minimum disesuaikan setiap 2 tahun sekali. Akan tetapi tidak lagi sesuai dengan Survei Kebutuhan Hidup (KHL). Termasuk upah minimum tentang kemampuan sektor usaha yang paling lemah,” ucapnya. (Frn)