Dugaan Korupsi Joging Track Dispora Garut, Pengembalian Kerugian Tidak Menghapus Perbuatan Pidana Calon Tersangka

oleh -103 Dilihat

GARUT, garisjabar.com- Dugaan korupsi pembangunan Joging Track pada Dinas Pemuda dan Olah Raga (Dispora) Kabupaten Garut berada diujung tanduk.

Pasalnya, perkara ini sudah menjadi perkara yang ditangani pihak Kejaksaan Negeri Garut. Namun, setelah lebih dari tiga bulan sejak mulai dilakukan penyidikan hingga saat ini, pihak Kejaksaan belum menetapkan status tersangka kepada orang yang layak menyandangnya.

Pelapor pun mengingatkan, agar Kejaksaan Negeri Garut profesional dalam menegakan hukum, karena dalam kasus dugaan korupsi joging track telah ada hasil perhitungan kerugian keuangan negara.

Namun selain melihat kerugian, kejaksaan agar mempertimbangkan kualitas dan kuantitas bangunan joging track terebut, karena apabila volumenya dikurangi tentu kualitas dan kekuatannya tidak akan sesuai dengan yang diharapkan atau tidak akan tahan lama.

Asep Muhidin sebagai pelapor mengatakan, meskipun akan ada pengembalian kerugian keuangan negara, Kejaksaan harus berpedoman kepada Pasal 4 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara sebagaimana telah diubah oleh Undang-undang 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU TIPIKOR), yang menyebutkan pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.

“Jadi, pengembalian kerugian itu salah satu tujuan adanya penegakan hukum selain memberikan nestapa (Pidana) terhadap perbuatannya. Karena dengan mengembalikan kerugian bukan menghapus unsur perbutan pidana seseorang,”kata Asep Muhidin. Selasa (16/1/2024).

Bahkan , jelas Asep Muhidin, Jaksa Agung sempat menyinggung kalau ada korupsi hanya Rp. 50 Juta, diselesaikan dengan pengembalian kerugian, sementara kerugian dalam pekerjaan Joging Track lebih dari Rp. 50 Juta. Jadi tidak ada dalam kamus hukum atau asas hukum yang mengatur undang-undang dapat dikesampingkan oleh surat edaran atau peraturan.

“Kita kan tahu ada asas Lex Superior Derogat Legi Inferiori. Asas ini menyatakan bahwa peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Dengan demikian, peraturan yang lebih tinggi akan mengenyampingkan peraturan yang lebih rendah,”ungkapnya.

Sebagai pelapor, Asep Muhidin meminta Kejaksaan Negeri Garut memberikan kepastian hukum dan berkeadilan. Jangan sampai yang mencuri ayam diproses sampai ke persidangan meskipun ayam yang dicurinya telah dikembalikan.

“Logikanya kan kesitu. Lalu ada yang korupsi, lalu hasil korupsinya dikembalikan, ya tetap harus mempertanggungjawabkan perbuatanya bukan dibebaskan. Itu namanya hukum berkeadilan, tidak tajam kebawah tumpul keatas,”ucapnya. (Frn)