Garisjabar.com- Empat orang tersangka ditetapkan sebagai tindak pidana perpajakan. Pasalnya, mereka diduga menerbitkan, mengedarkan, dan menjual faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya.
Kini, Keempat orang tersebut adalah AAP, AS, AP, dan R. Namun ini tak lain adalah sebuah keluarga, mereka memilki peran berbeda-beda. Akibat tindakan keempat tersangka itu, Negara mengalami kerugian sebesar Rp 98,15 miliar.
Namun, ada empat pelaku yang melakukan kegiatan pelanggaran pajak. Kami sudah melakukan penindakan dan penyidikan, sekarang telah kami nyatakan kelengkapan bukti yang kemudian kami serahkan ke Kejaksaan,” ujar Wadirkruimsus Polda Jabar, AKBP Hari Brata saat jumpa pers di Mapolda Jabar, Senin (18/11/2019).
Hal ini, dalam kesempatan yang sama, Kabid Pemeriksaan Penagihan Intelijen dan Penyidikan, Dirjen Pajak Jawa Barat 1, Rustana Muhammad, menurutnya, tersangka AAP bersama-sama dengan AS, AP, dan R melakukan aksinya pada kurun waktu masa pajak September 2018 s.d. Juli 2019.
“Sekitar bulan Juli, Agustus, dan Desember 2018 tersangka AS alias DAS mendirikan PT LSE, PT SPJ, dan PT PIK dalam rangka menerbitkan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya (FP TBTS),” kata dia.
Namun, tiga PT tersebut adalah niaga Bahan Bakar Minyak (BBM), namun dalam kenyataannya perusahaan tersebut tidak memiliki izin untuk melakukan niaga bahan bakar minyak (BBM) dari instansi yang berwenang, tidak memiliki gudang tangki penampung bahan bakar minyak (BBM) dan tidak pernah melakukan pembelian stok BBM solar untuk diperjualbelikan.
“Bahwa dalam rangka membuat atau mengupload faktur pajak TBTS tersebut, tersangka AS alias DAS dibantu oleh tersangka AAP alias A yang berperan sebagai operator peng-upload faktur pajak (TBTS) berbentuk elektronik,” ujarnya.
Sehingga, ulah para tersangka, diatur dan diancam pidana dalam Pasal 39A huruf a jo. Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 jo. 64 KUHP untuk tahun pajak 2018 s.d Tahun 2019 dengan ancaman pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (due) kali dan paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak. (Frn)