PURWAKARTA, garisjabar.com- Ketua GPRI Kabupaten Purwakarta Tedi Sutardi soroti terkait penyaluran dana hibah yang digelontorkan Pemerintah kepada lembaga vertikal, yang menggunakan APBD rasanya tidak lazim karena terindikasi akan terjadi tumpang tindih anggaran.
Ketua GPRI Kabupaten Purwakarta, Tedi Sutardi mengatakan, hal ini berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 13 tahun 2018 menyebutkan, penyaluran hibah diperbolehkan kepada lembaga. Namun, tidak untuk lembaga vertikal.
Sementara itu, selain memiliki sumber pendanaan dari APBN, juga lembaga tersebut merupakan lembaga penegak hukum. Itu dapat berdampak terhadap keberpihakan pada penegakan hukum yang terjadi nantinya.
“Hal itu semestinya harus dijadikan catatan dan temuan BPK, lantaran dasar hukumnya tidak jelas.”Kata Tedi Surtadi. Rabu (16/3/2022).
Menurutnya, Ironis APBD membiayai lembaga vertikal yang notabene mempunyai anggaran langsung dari APBN.”Kecenderungannya akan terjadi tumpang tindih angaran,”ujarnya.
Selain itu, perencanaan APBD perlu dipertanyakan, patut untuk ditelusuri. Disinyalir, selain mengangkangi aturan juga terindikasi upaya pengamanan terhadap mengelolaan keuangan daerah, yang tercium sarat dengan hal hal yang mengarah pada deviasi.
Kata Tedi Sutardi, aturan ini tercantum dalam pasal 4 butir C yang tertulis “tidak terus menerus setiap tahun anggaran, kecuali : kepada pemerintah pusat dalam rangka mendukung penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk keperluan mendesak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.
Seyogyanya, TAPD dalam melakukan perencanaan, perumusan, penyusunan dan penetapan keuangan daerah itu dapat membaca aturan yang jelas dan jangan dikangkangi.
“Perlu dicermati, apa dasar TAPD menganggarkan pembiayaan untuk lembaga vertikal tersebut ?,kata Tedi.
Sementara sejauh ini kita mengetahui, bahwa sebelumnya juga Pemerintah Daerah juga pernah memberikan anggaran pembiayaan pembangunan untuk indtitusi vertikal lainnya.
Bantuan dana hibah ini diperkirakan sebesar Rp 6 miliar.
Hal Ini sebuah pembuktian, ada sesuatu yang terkesan upaya pengamanan dan peredaman persoalan yang cenderung “berbau” korup.
“Ini jelas ada indikasi, perlu kita sama sama telusuri agar masyarakat semua tahu,”ungkapnya.
Seperti apa pengelolaan keuangan Pemerintah Daerah selama ini ?
Kata Tedi, bila perlu, jika ada kesan “nakal” dan “akal akalan” dalam penganggaran.”Ya, perlu dilaporkan ke lembaga anti rasuah (KPK),”ucapnya. (Rsd)