PURWAKARTA, garisjabar.com- Pengamat Kebijakan Publik Kabupaten Purwakarta Agus Yasin mengatakan, masih adanya sangkutan tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Siltaf ke setiap Desa. Namun pemerintah daerah (pemda) seperti diungkapkan Bupati Anne Ratna Mustika.
Menurut Agus Yasin, bahwa pemerintahan sebelumnya masih menunggak pembayaran Dana Bagi Hasil (DBH) ke setiap desa 2 tahun. Namun, sebenarnya 3 tahun sudah dibayar 1 tahun, ini menandakan bahwa tata kelola pada saat ada kekacauan sarat dengan “policy and budget deviations.”
“Tentunya selain sebagai akibat dari kesewenangan pemangku kebijakan, juga dimungkinkan patuhnya pejabat di bawahnya sehingga jika menjadi persoalan hukum. Bukan mustahil pejabat-pejabat di bawahnya yang akan menjadi tumbal serta OPD yang linier dengan persoalan DBH dan Siltap ( penghasilan tetap perangkat desa),”kata Pengamat Kebijakan Publik Agus Yasin. Rabu (30/11/2022).
Agus Yasin menyampaikan, menyangkut kewajiban harus diselesaikan tentang tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) ke Desa. Sehingga, dipertanggung jawabkan secara materi dan administratif oleh para pemegang kebijakan saat itu. Bukan tanpa alasan, apalagi hal tersebut tertuang dalam temuan (LHP) (BPK).
“Perlu difahami, bahwa penyaluran DBH dan Siltap dilakukan berdasarkan prinsip “Based on Actual Revenue”. Maksudnya adalah berdasarkan realisasi penerimaan tahun anggaran berjalan. Maka jika mandeg apalagi belum terbayarkan hingga berselang tahun, berarti terjadi patologi birokrasi akut selama ini,”ungkapnya Agus.
Hal itu, jika (APH) memaknai statemen Bupati terkait hutang (DBH) yang masih belum terbayar oleh pemerintahan sebelumnya. Sepatutnya segera ada tindakan lebih lanjut, karena secara publis telah menyebar.
Kata Agus Yasin, intinya terkait tunggakan DBH dan Siltap pesimis dapat dibayar dengan kondisi anggaran daerah saat ini yang terjebak oleh defisit. Sehingga persoalan penyimpangannya pada masa pemerintahan terdahulu juga pesimis akan berakibat hukum.
Ada kesan persoalan besar ditunda sekedar kesalahan kecil dibidik begitu cepat.
“Maka jalan terakhir harus berupaya melakukan upaya ke tingkat pusat saja, sekaligus menginformasikan kurangnya responsif dalam menanggapinya persoalan yang bergulir,”ucapnya. (Rsd)