PURWAKARTA, garisjabar.com- Pertemuan Anggota Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi dengan sejumlah Pejabat Purwakarta di sebuah Cafe Stasion Kopi di Jalan. K.K Singawinata, pada hari Kamis (01/12/2022).
Mulai dari Wakil Bupati Purwakarta serta Sekda dengan membicarakan soal Dana Bagi Hasil (DBH) dinilai tidak etis. BK DPR RI harus memeriksa Dedi Mulyadi yang lebih banyak beraktivitas di Purwakarta ketimbang di Kantor DPR RI.
Menurut Pengamat Kebijakan Publik Kabupaten Purwakarta Agus Yasin, sungguh ironis hanya terjadi di Kabupaten Purwakarta sebagai Anggota DPR RI memanggil sejumlah pejabat Purwakarta yang tidak punya kepentingannya dari mulai dari Ketua DPRD Purwakarta, Wakil Bupati serta Sekda membahas soal kekisruhan Dana Bagi Hasil (DBH) disebuah Cafe.
Menurutnya, hal tersebut penting untuk menjaga integritas dan profesionalitas ASN atau pejabat Pemkab Purwakarta.”Bahkan seharunya betul-betul bagaimana kita punya kelenturan, teman-teman ASN itu pada profesionalitasnya bukan struktural dan fungsionalnya,”kata Agus Yasin. Sabtu (03/12/2022).
Agus pun menyebutkan, kalau Dedi Mulyadi mau memberikan klarifikasi, seharusnya bisa melalui kegiatan dengar pendapat yang dilakukan DPRD Purwakarta bersama bupati serta para Kepala Desa.”Jadi semua jelas duduk perkaranya. Siapa yang salah dan yang benar akan terungkap bukan dibahas di sebuah Cafe dan ditayangkan dalam konten YouTube,”ujar Agus Yasin.
Sementara Agus Yasin berharap Badan Kehormatan DPR RI segera memeriksa Dedi Mulyadi selaku anggota DPR RI yang selama ini banyak diam di Purwakarta ketimbang bekerja di gedung DPR RI.
“Dedi Mulyadi itu banyak merongrong Pemkab Purwakarta yang sudah bukan haknya lagi,”kata dia.
Selain itu, BK DPR RI pun harus segera memanggil Dedi Mulyadi jika ada pelanggaran yang dilakukannya agar segera di proses.
Agus Yasin juga meminta Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika segera memberikan teguran kepada Sekda atas kedatanganya para pejabat lainya ke Cafe.
Menurutnya, dan itu tidak memenuhi undangan Anggota DPR RI dari komisi IV. Namun, jika tidak meminta ijin Bupati terlebih dahulu yang dibahas di Cafe tersebut persoalan yang kini tengah menjadi sorotan berbagai kalangan masyarakat Purwakarta.
“Apapun alasan dari pembelaan Sekda, secara logika tidak lebih dari penghianatan etika,” ucapnya.
Khususnya terhadap kredibilitas Bupati selaku pemegang kebijakan dan pemilik kekuasaan yang sah. Jadi jika langkah Sekda melakukan tindakan tanpa melaporkan atau sepengetahuan Bupati, maka bisa dianggap sebagai pembangkangan dan pengingkaran sumpah jabatan yang diucapkan di bawah Kitab Suci Al Qur’an. (Rsd)