Garisjabar.com- Meskipun belum memasuki daptar kampanye, atau ditetapkan menjadi bakal calon kepala daerah Kabupaten Purwakarta, pasangan bakal calon Yadi Rusmayadi sebagai perkenalan dan bersilaturahmi kepada masyarakat Perum Munjul Jayalama.
Acara kegiatan bakal calon tersebut di Lapangan Basket Munjul Jayalama, yang dihadiri oleh masing-masing RT, dengan sediakan oleh tim pemenangan Cabup dan Cawabub Yadi dan Pipin menyediakan konsumsi berupa snack dan 1 botol minyak goreng.
Meskipun masyarakat ingin tau dengan Misi Visi tersebut setelah terpilih menjadi Bupati Purwakarta, hingga masyarakat meminta perbaikan jalan lingkungan di Munjul Jayalama untuk pengaspalan hotmix, juga perbaikan solokan sebagai komitmennya, yang diduga diarahkan oleh oknum ketua RW.
Pada saat dihubungi Lurah Munjul Jayalama soal keterlibatan ketua RW tesebut yang manjadi Korlap tidak diangkat.
Menurut, Bawaslu Budi menyampaikan, dengan adanya keterlibatan Ketua RW memang tidak boleh,”Kan ini belum ditetapkan dan terdaftar mejadi bakal calon,”kata Budi, Rabu (18/9/2024) saat dihubungi melalui seluler.
Pengamat Kebijakan Publik Kabupaten Purwakarta, Agus Yasin mengatakan secara umum, RT (Rukun Tetangga) dan RW (Rukun Warga) adalah bagian dari perangkat masyarakat yang berfungsi untuk menjalankan tugas-tugas administratif dan sosial di tingkat lingkungan.
“Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa, RT dan RW memiliki peran untuk membantu pemerintah dalam pembangunan dan menjaga ketertiban sosial,”ujar Agus Yasin.
Menurutnya, terkait keterlibatan dalam politik praktis seperti menjadi tim sukses (Timses) pasangan calon bupati dan wakil bupati, namun RT dan RW diharapkan menjaga netralitas karena peran mereka sebagai perangkat masyarakat yang seharusnya berada di posisi netral demi menjaga keharmonisan dan keseimbangan di lingkungan tempat mereka bertugas.
“Jika mereka terlibat secara aktif dalam politik praktis, ada potensi timbulnya konflik kepentingan atau ketidakadilan bagi warga yang berbeda pilihan politik,”katanya.
Selain itu, dalam beberapa aturan pemilu dan etika penyelenggara pemerintahan, keterlibatan aparatur negara dalam politik praktis sering kali dibatasi. Misalnya, dalam Pasal 70 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, ada aturan bahwa pejabat tertentu dilarang memberikan dukungan politik.
Meskipun RT dan RW tidak termasuk dalam kategori pejabat negara, keterlibatan mereka dalam politik praktis bisa menjadi perdebatan dan menimbulkan polemik di masyarakat.
“Sebaiknya, RT dan RW tetap menjaga posisi mereka sebagai fasilitator dan penyambung komunikasi antara warga dan pemerintah tanpa terlibat dalam politik praktis,”ucapnya. (Rsd)