PURWAKARTA, garisjabar.com- Pengamat Kebijakan Publik Agus Yasin, meminta aparat penegak hukum dan Badan Kehormatan DPRD Kabupaten Purwakarta segera melakukan investigasi terhadap sejumlah anggota dewan yang melakukan penyimpanan saat melakukan reses.
Menurut Agus, reses adalah kegiatan di luar masa sidang, bukan untuk melakukan kunjungan kerja kepada konstituen, guna mensosialisasikan produk-produk kerja DPRD serta menyerap aspirasi masyarakat. Baik yang dilakukan anggota secara perseorangan maupun secara berkelompok. Minggu (19/02/2023).
Sehingga, Tujuan reses adalah untuk menyerap dan menindaklanjuti aspirasi konstituen dan pengaduan masyarakat, guna memberikan pertanggungjawaban moral dan politis kepada konstituen di dapil masing-masing sebagai perwujudan perwakilan rakyat.
Namun pada prakteknya, reses tidak sesuai dengan apa yang seharusnya dalam melaksanakan kegiatan maupun penggunaan anggaran. Hal ini ditunjukkan oleh seorang Anggota DPRD Kabupaten Purwakarta dari Partai Berkarya.
Kata Agus, dimana kegiatan reses disalah gunakan untuk mengkampanyekan seseorang yang digadang-gadang akan mencalonkan pada pilkada 2024. Buktinya, bagainana yang bersangkutan dalam pertemuan dengan konstituen mengomando yel yelnya.
Menurutnya, disisi lain, jika diamati perangkat kegiatan reses pun tidak sesuai dengan nilai anggaran per harinya. Seperti reses tahun lalu biaya sewa pakai sound system adalah Rp. 1,5 juta perhari, sehingga melihat buktinya tidaklah sepadan dengan anggaran biaya anggaran. Sama seperti yang nampak pada reses anggota dewan lainnya, yaitu dari Fraksi PDIP di dapil 5. Sound system yang digunakan tidaklah sesuai dengan nilai sewa pakai.
“Terkait pelanggaran penyalahgunaan kegiatan reses, menjadi ajang mengkampanyekan seseorang untuk pencalonan pilkada. BK DPRD Kabupaten Purwakarta harus segera mengambil tindakan, karena kegiatan reses disalah gunakan oleh untuk kepentingan diluar kepentingan,”ujar Agus Yasin.
Dikatakan Agus Yasin, persoalan penggunaan anggaran sewa pakai sound system yang tidak sesuai dengan nilainya, pihak inspektorat harus melakukan pencermatan dan validasi bukti otentik penyewaan sound system, antara besaran nilai dengan kewajaran harga sewanya.
Selain itu, APH harus menginvestigasi kepatutan dari nilai sewa pakai, yang dimungkinkan terjadinya mark up nilai sewa pakai sound system dari yang sebenarnya, dibandingkan bukti sound system yang digunakannya.
“Hal ini penting, karena pelanggaran itu dilakukan terus menerus setiap reses secara mayoritas. Bahkan ada diantaranya tanpa menggunakan sound system, kwitansi sewa dengan nilai pinjam yang sesuai anggaran.
Dan kelalaian ini juga, seakan sudah biasa dan dibiarkan oleh pihak Sekretariat DPRD,”ucap Agus Yasin. (Rsd)