Dinas DLHK Karawang Beri Pembekuan Izin PT Atlasindo Utama

oleh -182 Dilihat

KARAWANG, garisjabar.com- Setelah mengirimkan surat pemberitahuan pencabutan pembekuan izin dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Karawang, kini PT Atlasindo Utama sudah mulai mengekploitasi Gunung Sirnalanggeng.

Namun peristiwa ledakan pertama terjadi dalam sehari empat kali ledakan terjadi di Gunung Sirnalanggeng, sementara ketika suara ledakan menggema dan menggetarkan wilayah pemukiman penduduk hingga radius lima kilometer.

Ulah manusia menjadi salah satu penyebab utama kerusakan lingkungan.

Warga sekitar sempat merasakan tenang dan nyaman tanpa aktivitas pertambangan semenjak pembekuan izin diberlakukan pada tahun 2018 hingga 2021.

Selain itu, pembekun izin telah dicabut pada November 2021. Dengan alasan pihak perusahaan telah memenuhi kewajiban menyelasikan sanksi administratif.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Karawang Wawan Setiawan mengatakan, PT Atlasindo Utama sempat disanksi pembekuan izin karena melanggar beberapa kesalahan.

Namun ada empat kesalahan yang dilakukan PT Atlasindo Utama, keempat kesalahan tersebut, yakni, metode penambangan perblok tidak sesuai dengan izin yang diajukan, ada wilayah jalan yang tidak termasuk dalam dokumen izin lingkungan, izin hanya keluarkan untuk penambangan, bukan untuk produksi, serta ada area yang tidak masuk dalam dokumen perizinan seluas 12 hekatare, termasuk jalan dan lahan office.

“Pencabutan sanksi dilakukan setelah verifikasi faktual di akhir November 2021, empat kesalahan itu sudah diperbaiki, jadi kewenangan pencabutan sanksi ada di kami. Karena dulu yang memberikan sanksi pembekuan juga kami,” kata Wawan.

Terkait pengurusan izin, diungkap Wawan, kemungkinan izin diurus langsung di Kementrian.

“Pengurusan izin itu mungkin Atlasindo langsung mengurus di Kementrian hingga diselesaikan di kementrian, namun, pihak kementrian tetap koordinasi dengan kita karena pembekuan izin terjadi sebelum adanya Undang-Undang Cipta Kerja,” ungkap Wawan.

Seiring berjalannya waktu, ada empat hal yang kewenangannya ditarik menjadi kewenangan Pemprov, yang kini jadi wewenang kementerian, yang salah satu dari kewenangan itu adalah kewenangan izin pertambangan.

“Di akhir tahun 2018, 2019, hingga pertengahan 2020 itu menjadi kewenangan Provinsi, setelah adanya Undang-Undang Cipta Kerja, sekarang menjadi kewenangan Kementerian,”ujarnya.

Ditemui terpisah, Aktivis sosial Karawang Selatan Ridwan Fauzi mengatakan, pihaknya tak mempertanyakan dasar peledekan yang dilakukan oleh PT Atlasindo Utama pada Selasa kemarin.

“Kami hanya tahu bahwa ada pencabutan sanksi pembekuan izin, hanya sebatas itu. Sedangkan PT Atlasindo tidak terbuka perihal prosea dokumen perizinan,”kata Ridwan ketika ditemui di Jalan Loji-Pangkalan, Rabu (26/1/2022).

Ia pun mengungkapkan, selayaknya PT Atlasindo Utama, bertindak dengan cara yang beradab terkait beroperasinya kembali pertambangan tersebut.

“Kami masyarakat setempat tidak diberitahu, bagaimana sebetulnya proses pencabutan pembekuan izin, hingga bisa dibuka dan beroperasi kembali. Taunya kemarin langsung peledakan, apa itu beradab?,”ujarnya.

Hal ini, atas nama aktivis sosial yang seyogyanya menolak pertambangan tersebut, Ridwan berharap, pemerintah seharusnya bisa memberikan penegasan terhadap PT Atlasindo Utama agar bersikap dengan etika.

“PT itu tidak punya etika, pemerintah terkait juga diam saja. Kami tidak akan berhenti melakukan upaya untuk tetap menutup pertambangan di wilayah kami, sebab yang merasakan dampak lingkungan adalah kami,” ucapnya.

Awak media saat menghubungi Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi mengatakan, pihaknya sangat menyayangkan atas beroperasinya kembali PT Atlasindo Utama.

“Tentu ini sangat disayangkan, karena beroperasinya kembali pertambangan tersebut bisa mengganggu habitat dan kelestarian lingkungan,” kata Dedi Mulyadi. Rabu (26/1/2022).

Namun Ia menyampaikan, selama ini pemerintah melakukan tindakan, tapi juga memberikan izin. Hal itu dianggapnya sebagai pekerjaan yang percuma.

“Saya sudah berkali-kali membahas persoalan lingkungan dalam rapat, baik di DPR RI maupun bersama KLHK, persoalan ini menjadi hal yang percuma ketika mereka melakukan tindakan tapi juga memberikan izin,”ujarnya.

Seperti diketahui, semenjak keluarnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, mengharuskan proses izin operasional PT Atlasindo Utama diurus langsung di Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan bukan lagi menjadi wewenang Dinas Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

Sebelumnya, Dedi Mulyadi sempat sidak ke PT Atlasindo Utama pada Oktober 2021 lalu.

Sementara itu, dalam sidaknya tersebut ia mendapati berbagai polemik permasalahan lingkungan atas eksploitasi yang dilakukan oleh PT Atlasindo Utama.

“Baik buruk yang dilakukan pemerintah, semuanya kembali lagi. Karena ini pada akhirnya juga akan dipertanggungjawabkan oleh pemerintah,”kata dia. (Rsd)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *