PURWAKARTA, garisjabar.com- Pembahasan APBD Perubahan TA 2022 Purwakarta yang sampai saat ini masih jadi polemik, sebenarnya sudah tercium bau busuknya.
Namun kondisi ini dikhawatirkan bisa membuat serapan anggaran pemerintah daerah menjadi terlambat sehingga pelayanan publik juga tidak maksimal.
Selain itu, temuan hutang Disdik terhadap honorer senilai Rp. 3,3 M pada pelaksanaan APBD tahun 2017 yang penyelesaiannya akan dibebankan pada RAPBD tahun 2023 sehingga issue masalah belum terpenuhinya pokir untuk anggota.
Sementara jika alasan-alasan tersebut menjadi diantara “bibit penyakitnya”, maka kita simpulkan DPRD sudah menipis nilai moralitasnya. Apabilsa tanpa menelusuri akar permasalahannya.
Menurut Agus Yasin semua tahu, persoalan sampai timbulnya Disdik menunggak beban pembataran kepada honorer pada tahun 2017. Begitupun terhadap pokir yang diperuntukan anggota DPRD ujung- ujungnya bisa diduga praktek miring pekerjaan.
“Kalau pemahasan APBD perubahan 2022 ini mandeg sampai tidak terjadi kesepakatan, lantas tidak disetujui DPRD diluar itu, rakyat juga memiliki hak untuk menyampaikan pendapatnya dan menggugat atas prilaku yang tidak patut dalam menghambat pembangunan serta melanggar sumpah jabatan dalam memperjuangkan kepentingan rakyat.” kata Pengamat Kebijakan Publik.Agus Yasin. Sabtu (10/9/2022).
Sementara ini bisa ditempuh, apabila ada dugaan dari upaya upaya yang diperbuat. Termasuk pencantuman anggaran yang sekedar untuk pemenuhan kepentingan tertentu dalam penggunaannya sarat dengan formalitas semata.
Upaya hukum pun bisa dilakuan, seandainya persoalan Disdik tahun 2017 mengandung unsur-unsur penyimpangan dalam tunggakannya, termasuk pelaksanaan pokir dari dugaan terjadinya “black market”.
“Dan yang paling pokok jika temuan temuan itu terindikasi jelas, mungkin upaya hukum yang akan ditempuh langsung ke atas. Karena kalau dilakukan di tempat semua juga sudah pada hapal bagaimana akhirnya,”ucap Agus Yasin. (Rsd)