Kemenag dan Pemkab Purwakarta Fasilitasi Tempat Ibadah untuk Jemaat GKPS di Purwakarta

oleh -118 Dilihat

PURWAKARTA, garisjabar.com- Kantor Kementerian Agama (Kemenag) terus berkoordinasi dengan Pemkab Purwakarta untuk memfasilitasi tempat ibadah bagi jemaat Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) Purwakarta. Rabu (05/04/2023).

Pasalnya, bangunan tak berizin yang digunakan untuk tempat ibadah oleh sejumlah jemaat GKPS ditutup Pemkab Purwakarta pada Sabtu sore, 01 April 2023 lalu.

“Kemenag akan berkoordinasi dengan Pemkab Purwakarta memfasilitasi jemaat GKPS untuk melaksanakan ibadah, terlebih akan menghadapi Hari Raya Paskah,”ujar Kepala Kemenag Purwakarta, Sopian melalui keterangannya, Selasa (04/04/2023).

Sopian mengatakan, seandainya jemaat GKPS Purwakarta ingin memiliki tempat ibadah sendiri, maka harus mengikuti aturan yang tercantum dalam peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang pelaksanaan tugas kepala daerah/wakil kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan pendirian ibadat.

“Untuk pendirian rumah ibadah sudah diatur melalui peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006,”kata Sopian.

Seperti diketahui, Pemkab Purwakarta terpaksa menyegel dan menutup bangunan yang tidak memiliki izin dan disalahgunakan selama dua tahun menjadi rumah ibadah oleh sejumlah jemaat GKPS Purwakarta, di Desa Cigalem, Kecamatan Babakancikao, Kabupaten Purwakarta, Sabtu 1 April 2023.

Penutupan itu merupakan hasil kesepakatan yang diambil dalam Rapat Koordinasi (Rakor)  Pemkab Purwakarta, Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), Majelis Ulama Indonesia (MUI),  Kantor Kementerian Agama (Kemenag), Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), dan Badan Kerjasama Gereja-Gereja (BKSG) Purwakarta dan perwakilan jemaat GKPS, pada Jumat 31 Maret 2023, malam di komplek Pemkab Purwakarta.

Keputusan penutupan bangunan tak berizin yang disalahgunakan menjadi rumah ibadah itu diambil untuk menghindari terjadinya keresahan sosial yang sudah mulai muncul melalui keberatan warga setempat terhadap bangunan tak berizin yang disalahgunakan menjadi tempat ibadah. (Dni)