Membuat Menko Ruwet Persoalan Beras

oleh -232 Dilihat

Garisjabar.com- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, menceritakan kendala yang didapatnya selama menjadi menteri Jokowi.Kendala salah satunya menyangkut koordinasi antar kementrian. 

Hal ini, kordinasi yang paling ruwet terjadi ketika mengurusi persoalan di sektor pertanian, khususnya beras.

“Yang paling menyibukkan, yang paling ruwet persoalan pertama beras,” ujar Darmin. Jumat (18/10/2019).

Sehingga, tahun lalu sempat terjadi kericuhan saat pemerintah memutuskan untuk mengimpor beras. Kericuhan terjadi antara Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Pertanian (Kementan).

Namun, Kementan menolak impor beras dilakukan. Penolakan disampaikan karena mereka menyatakan produksi beras  mengalami surplus 16,7 juta ton pada 2017. Data itu dijadikan acuan bagi Kementan untuk mengklaim bahwa stok beras pada 2018 aman.

Hal ini, di tengah klaim, harga beras melambung pada awal 2018. Rata-rata harga beras medium yang tadinya dijual dengan harga Rp11.400 per Kilogram (Kg) pada Oktober 2017, mendadak melejit menjadi Rp12.250 per Kg pada Februari 2018.

Sehingga, setelah diselidiki, rupanya stok beras di Perum Bulog kosong. Atas dasar itulah, pemerintah memutuskan untuk impor sebesar 2 juta ton. 

Namun, setelah itu, Direktur Utama Bulog Budi Waseso mengatakan impor seharusnya tak perlu dilakukan karena pasokan beras di gudang masih sekitar 2,4 juta ton. Dia menyatakan kalau impor tetap dilakukan pihaknya tak memiliki gudang penampungan.

Hal tersebut, Kementerian Perdagangan (Kemendag) bersikukuh impor komoditas itu tetap dilakukan. Pasalnya, keputusan impor ditetapkan dalam rapat koordinasi di tingkat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

“Soal data kurang sepakat, yang satu bilang stok berkurang, yang satu bilang nggak kurang karena panen banyak,” kata dia.

Namun, selain beras, beberapa persoalan lainnya yang sering membuatnya pusing adalah impor gula dan daging. Masalah tersebut menambah kepeningannya.

“Sekarang sudah tidak, karena sekarang kebijakan sama. Pokoknya impor daging kerbau agar harga rendah. Nah itu persoalan itu, bawang putih, telor. Tapi intinya memang pertanian,” ujarnya.

Darmin, walaupun membuatnya pusing, tapi dia selalu ‘pasang badan’ untuk setiap kebijakan yang diterbitkan. Walaupun ujung-ujungnya harus impor karena pasokan kurang, dia siap mendapatkan cacian dari masyarakat.

“Kalau ada kesimpulan kurang, ya impor. Habis saya dicaci maki republik. Ini risikonya,” ucapnya. (Rht)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *