Garisjabar.com- Golkar DKI meminta Gubernur Anies untuk tidak sungkan mengakui adanya kesalahan dalam penyusunan anggaran. Namun, bakal menjadi langkah awal dalam mengidentifikasi masalah untuk melakukan pembenahan secara simultan.
“Jangan malu untuk mengakui pemerintahan sebelumnya lebih transparan. Akui saja supaya ada perubahan yang lebih baik,” ujar Ketua Fraksi Golkar Basri Baco, di Jakarta. Senin (4/11/2019).
Namun, Basri memberi pernyataan itu merespons adanya permasalahan anggaran yang tidak wajar sehingga menjadi kontroversi sekarang ini. Pasalnya sejak publik menyoroti adanya anggaran pengadaan lem aibon senilai Rp 82 miliar, jajaran DKI memberi penjelasan yang berbeda-beda.
Hal ini, Gubernur Anies malah menyalahkan sistem e-budgeting yang menurutnya tidak canggih. Belakangan ini, dua orang Kepala SKPD memilih mengundurkan diri.
“Ya diakui saja ada masalah supaya bisa berubah lebih baik. Semangat perbaikan harus ada dan kita mendukung,” kata Basri.
Kata Basri, penting bagi seluruh pihak untuk menyadari terlebih dulu adanya permasalahan pengelolaan anggaran. Ketika adanya kesepahaman maka langkah pembenahan dapat dilakukan secara cepat.
“Penyusunan anggaran memang harus transparan. Terlebih lagi kondisi zaman sudah lebih canggih maka manajemen penganggaran harus mengikutinya. Jangan seperti sekarang ini, anggaran di DKI besar tetapi manajemen penganggarannya kacau,” ujarnya.
Hal tersebut, mendukung langkah gubernur yang membentuk tim ad hoc untuk memastikan ada atau tidaknya pelanggaran disiplin pegawai dalam menginput data anggaran Kebijakan Umum APBD Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) DKI 2020.
Namun, Golkar DKI juga mendukung langkah gubernur memperbarui sistem e-budgeting di DKI. Namun selama belum adanya kesadaran bersama untuk memperbaiki, pihaknya khawatir persoalan serupa bakal terulang kembali.
“Kita menduga banyak persoalan yang begini. Maka dari itu mari kita satu kata, satu irama untuk melakukan pembenahan dan DKI bisa menjadi contoh di Indonesia,” katanya.
Hal ini, Golkar mendukung alokasi anggaran di DKI selama peruntukannya tepat bagi publik. Seandainya gubernur mengalokasikan Rp 1 triliun untuk mengadakan penitia pun didukung asalkan bisa menjawab kebutuhan masyarakat.
Namun, menyadari kondisi tersebut belum muncul. Maka tidak heran banyak pihak menyoroti penganggaran di DKI.
Sehingga, Basri menjadikan alokasi anggaran Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) sebesar Rp 19,8 miliar sebagai contoh penganggaran yang tidak tepat guna. Tim tersebut sejauh ini dianggap tidak memiliki kontribusi dalam pembangunan Ibu Kota.
“Kita tidak mempersalahkan anggaran, boleh-boleh saja tetapi tugasnya apa? Bicara profesional bukan kecil-besarnya anggaran tetapi peruntukannya apa. TGUPP banyak yang komplain ke kami karena maksimalisasinya tidak ada,” ucapnya. (Rht)