Selama Kepemimpinan Anne Ratna Mustika, Progres Penerapan MCP Purwakarta Capai 75 Persen

oleh -169 Dilihat
PURWAKARTA, garisjabar.com- Selama periode kepemimpinan Bupati Anne Ratna Mustika, dari waktu ke waktu penerapan Monitoring Center for Prevention (MCP) dalam tata kelola pemerintahan di Pemkab Purwakarta terus mengalami peningkatan. Pada triwulan ketiga tahun ini, angkanya mencapai 75,95 persen.

Hal tersebut diketahui pada agenda Monitoring dan Evaluasi (Monev) Capaian MCP Triwulan III Tahun 2022 di Wilayah Jawa Barat, di Trans Luxury Hotel Bandung, Kamis, (20/10/2022).

Mewakili Bupati Purwakarta, dalam kesempatan tersebut, hadir Sekretaris Daerah Kabupaten Purwakarta Norman Nugraha dan Inspektur Inspektorat Kabupaten Purwakarta, Nurhidayat.

Namun dalam keterangannya, Sekda Purwakarta Norman Nugraha mengatakan, monev ini bertujuan untuk mengetahui progres dan mengevaluasi MCP disetiap kabupaten dan kota yang ada di Jawa Barat, nantinya akan dilihat capaian MCP yang terbaik atau yang masih rendah.

“Sampai dengan triwulan ketiga tahun 2022 ini, nilai penerapan MCP di Kabupaten Purwakarta sementara masih berada diangka 75,95 persen. Dengan catatan masih terdapat 6 eviden indikator yang belum terverifikasi. Mudah-mudahan setelah terverifikasi ada peningkatan nilai. Jika dibandingkan dengan monev-monev sebelumnya, peningkatan terapannya cukup signifikan,” kata Norman.

Menurutnya, MCP merupakan aplikasi terintegrasi yang dikembangkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memudahkan monitoring dalam upaya koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi, telah diterapkan oleh jajaran Pemkab Purwakarta dalam tata kelola pemerintahannya.

“Sistem ini diterapkan untuk mendorong pemerintah daerah dalam melakukan transformasi nilai dan praktek pemerintahan daerah sehingga tercipta tata kelola pemerintahan yang baik, juga sebagai bentuk implementasi mitigasi atas resiko korupsi melalui pemantauan perbaikan dalam area rawan korupsi dan satu area penguatan institusi,”ujar Norman.

Sementara adapun, kata Norman, area intervensinya meliputi perencanaan dan penganggaran, pengadaan barang dan jasa, pelayanan terpadu satu pintu atau perizinan, kapabilitas APIP, manajemen ASN optimalisasi pendapatan daerah, manajemen aset daerah, dan tata kelola keuangan desa.

“Penerapan MCP ini diharapakan dapat mendorong perbaikan-perbaikan terhadap tata kelola Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta menjadi lebih baik lagi. Satgas MCP melibatkan seluruh jajaran staf ahli, asisten daerah dan perangkat daerah yang terkait dengan arahan langsung dari Bupati Purwakarta,” kata Norman.

Ia juga mengungkapkan, di era yang semakin dinamis ini, Kabupaten Purwakarta menggalakan gerakan tata kelola pemerintahan yang dinamis, diharapkan seluruh stakeholder bekerja dengan cepat, tepat, responsif, efektif dan efisien dengan mengedepankan tingkat pelayanan yang cepat dan murah dalam menjangkau kepentingan masyarakat.

“Jajaran Pemkab Purwakarta akan mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, efektif, bersih, profesional dan berintegritas, sehingga upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi terus dilakukan, salah satunya melalui monitoring center for prevention (MCP),”ujarnya.

Mengupas Program Monitoring Center for Prevention

Hal itu, dirangkum dari berbagai sumber; Program yang dikembangkan KPK tersebut, bertujuan untuk mendorong pemerintah daerah bisa melakukan transformasi nilai dan praktik pemerintahan daerah sehingga tercipta tata kelola pemerintahan yang baik.

Monitoring Center for Prevention merupakan pelaksanaan dari tugas KPK sebagaimana amanah UU terkait fungsi koordinasi dan monitoring atas upaya-upaya pencegahan korupsi yang dilakukan oleh pemerintah daerah.

Upaya pencegahan korupsi dari MCP berfokus pada perbaikan  kelola pemerintahan daerah yang meliputi delapan area intervensi yang meliputi; Perencanaan dan Penganggaran APBD, Pengadaan Barang dan Jasa, Perizinan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), Penguatan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP), Manajemen ASN, Optimalisasi Pajak Daerah, Manajemen Aset Daerah, dan Tata Kelola Dana Desa.

Kedelapan area intervensi tersebut dapat dijabarkan, sebagai berikut;

1. Perencanaan dan Penganggaran APBD.

Sektor perencanaan dan penganggaran APBD menjadi salah satu fokus dalam pencegahan korupsi terintegrasi mengingat terkait dengan keuangan daerah karena beberapa titik rawan dalam kegiatan pengelolaan keuangan daerah. Antara lain titik rawan korupsi berupa fee proyek atau ijon proyek, penerimaan hadiah terkait dengan pengesahan APBD, dana aspirasi, alokasi pokir yang tidak sah, dan lainnya.

2. Pengadaan Barang dan Jasa.

Sektor pengadaan barang dan jasa pemerintah (PBJ) merupakan sektor strategis dan juga terkait dengan keuangan daerah. Dari hasil identifikasi sektor pengadaan barang dan jasa di daerah, diketahui terdapat titik rawan antara lain pada: kelembagaan ULP yang tidak independen, pokja ULP tidak permanen, pelaksanaan PBJ yang tidak transparan; benturan kepentingan dalam pelaksanaan PBJ, dan lainnya. Pemda didorong untuk menyusun aksi perbaikan dalam tata kelola pengadaan barang dan jasa dengan melakukan antara lain pembentukan UKPBJ yang independen; perencanaan kegiatan PBJ secara transparan dan akuntabel, melakukan reviu HPS dan probity audit, dan lainnya.

3. Perizinan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).

Perizinan menjadi salah satu fokus karena merupakan sektor yang terkait dengan pelayanan publik. Melalui perbaikan sektor perizinan diharapkan masyarakat mendapatkan pelayanan publik yang transparan dan akuntabel.

4. Penguatan Kapasitas APIP.

Selanjutnya, pengawasan menjadi aspek krusial dalam implementasi program pemberantasan korupsi terintegrasi. Pendampingan, monitoring, dan evaluasi merupakan tugas penting yang dilakukan oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP).

5. Manajemen ASN.

Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemda merupakan sumber kekuatan utama dalam pengelolaan pemerintah daerah yang transparan, akuntabel, dan terhindar dari praktik korupsi. Dari sisi pengelolaan ASN pemda, KPK menemukan masih terdapat beberapa kendala antara lain masih adanya praktik korupsi terkait jual-beli jabatan, maupun penempatan ASN tidak sesuai kebutuhan ataupun kompetensi.

6. Optimalisasi Pajak Daerah.

Pengawasan terhadap keuangan daerah tidak hanya pada aspek penggunaan keuangan daerah saja, tetapi juga dari sisi penerimaannya. Penerimaan daerah yang tinggi diharapkan dapat mendukung kemandirian keuangan pemerintah daerah.

 

7. Manajemen Aset Daerah.

Pengelolaan aset sering kurang mendapatkan perhatian dalam tata kelola pemerintahan, padahal aset merupakan sektor strategis dalam pemerintahan. Dari hasil identifikasi yang dilakukan, terdapat titik rawan dalam Manajemen Aset Daerah, antara lain pencatatan dan pengelolaan aset yang tidak transparan dan akuntabel, hingga banyaknya aset yang dikuasai pihak ketiga. Dari hasil identifikasi titik rawan tersebut, KPK merekomendasikan agar pemda menyusun upaya konkrit dalam melakukan perbaikan Manajemen Aset Daerah dengan melakukan langkah-langkah seperti penatausahaan aset, sertifikasi aset, serta pengawasan dan pengendalian aset daerah.

8. Tata Kelola Dana Desa.

Dana desa yang menjadi salah satu sektor yang dinilai memiliki potensi korupsi. Dari hasil identifikasi titik rawan korupsi pada tata kelola dana desa, diketahui pengelolaan dana desa masih kurang transparan dan akuntabel serta pengawasannya belum efektif. Rekomendasi yang KPK berikan terkait tata kelola dana desa untuk pemda antara lain agar pemda mempublikasikan APBDes dan pertanggungjawaban dana desa hingga mengimplementasikan Siskeudes dan Siswaskeudes serta audit penggunaan dana desa sebagai bentuk pengawasan.

Aksi-aksi pencegahan tersebut difokuskan pada pembangunan sistem dan langkah-langkah perbaikan tata kelola pemerintahan. Tujuannya untuk mengurangi risiko dan dapat menutup celah potensi korupsi untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi di wilayah bersangkutan. (Dni)