PURWAKARTA, garisjabar.com- Mencari siapa aktor dibalik pemboikotan sidang PPA yang mengakibatkan tidak ditetapkannya APBD Perubahan pada sidang Paripurna September 2022 lalu.
Mari kita telusuri siapa dalang dibalik semua itu. Pemboikotan paripurna dimotori oleh Ketua DPRD Ahmad Sanusi dari Partai Golkar. Seperti kita ketahui, DPRD Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat tercatat dua kali gagal menggelar rapat paripurna penetapan keputusan Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD (PPA) Kabupaten Purwakarta Tahun Anggaran (TA) 2021.
Kegagalan rapat paripurna membahas penetapan keputusan Raperda tentang PPA Kabupaten Purwakarta TA 2021 yang pertama dilaksanakan pada hari Senin malam 12 September 2022 hanya dihadiri 23 orang anggota DPRD Purwakarta dari jumlah 45 orang anggota DPRD Purwakarta. Sabtu (07/01/2023).
Kemudian rapat paripurna membahas penetapan keputusan Raperda tentang PPA Kabupaten Purwakarta TA 2021 dilaksanakan kembali untuk yang kedua kalinya pada Rabu malam 14 September 2022.
Namun, kendati rapat paripurna membahas penetapan keputusan Raperda tentang PPA Kabupaten Purwakarta TA 2021 yang semestinya sesuai surat undangan dimulai pukul 19.30 Wib hingga rapat paripurna digelar pukul 23.04 Wib anggota dewan yang hadir tetap tidak memenuhi kuorum.
Babak baru adanya kemungkinan pihak Kejari menindak lanjuti dugaan gratifikasi terhadap sejumlah Anggota DPRD, terkait “pemboikotan” Rapat Paripurna Raperda PPA yang diduga diinisiasi oleh Ketua DPRD.
Upaya tindak lanjut Kejari ini didasari adanya laporan pengaduan masyarakat, serta opini publik yang makin deras terhadap kecurigaan terhadap institusi itu sendiri yang terkesan lamban menanggapinya.
Apapun ceritanya, secara logika terjadinya “pemboikotan” Rapat Paripurna itu tidak mungkin tanpa ada yang mengatur dan atau memerintahkan. Sebab kekuatan mayoritas Anggota DPRD tidak mudah digerakan apabila bukan oleh orang yang berpengaruh.
Artinya bahwa “pemboikotan” itu telah direncanakan dengan matang, untuk tujuan tertentu yang apabila dimaknai sebagai bentuk penghianatan terhadap konstitusi daerah serta masyarakat Purwakarta secara umum.
Untuk itu, pihak Kejari dalam menindak lanjuti dugaan gratifikasi sejumlah Anggota DPRD terkait “pemboikitan” Rapat Paripurna jangan sebatas yang dipengaruhinya saja. Namun harus menyasar kepada muaranya, siapa sebenarnya “aktor intrlektual” yang menjadi dalangnya.
Hubungan gugatan cerai Bupati Purwakarta
Ditelisik, yang menjadi salah satu penyebab perceraian Ambu Anne dan Dedi Mulyadi juga akibat Adanya Pemboikotan anggaran perubahan yang dimotori Partai Golkar.
Pengamat kebijakan Publik Agus M Yasin, mengatakan gugatan cerai Bupati Anne Ratna Mustika terhadap Dedi Mulyadi itu tidak akan sesegera mungkin jika tidak dipicu oleh keadaan yang memaksa. Salah satunya adalah “pemboikotan” Rapat Paripurna, yang tujuanya selain mempermalukan Ambu Anne secera Pribadi juga selaku Bupati yang secara publis dan politik merusak reputasi Ambu Anne yang nota bene, Ambu Anne adalah istri dari Dedi Mulyadi.
Sebagian besar rakyat Purwakarta sangat prihatin dan dibuat heran oleh sikap Ketua DPRD Purwakarta yang konon turut mendukung Ambu Anne sebagai Bupati, Namun ironis akan dijatuhkan pula oleh Partai Golkar.
Beruntung rakyat Purwakarta semakin sadar dan hapal, terhadap prilaku ketua DPRD lambat laun ketidak jujurannya akan terkuak fakta yang sebenarnya.
(Rsd)